Saturday, May 14, 2011

PINTU DAN RUMAH DIBALIKNYA

I wrote this on June 2007, I just re-post it here :)

Ada sebuah pintu, pintu yang biasa saja, yang terpasang pada sebuah rumah di tepi jalan. Untuk apakah sebuah pintu dipasang? Kurasa untuk melindungi rumah tersebut, sebagai pertahanan pertama rumah tersebut. Bila ada orang yang datang, pintulah yang pertama mengetahui siapa orang tersebut. Dan pintu memberitahukan pada rumah bahwa ada seseorang datang. Karena pintu itu berfungsi sebagai pertahanan utama bagi rumah itu, ia begitu menyatu dengan rumah tersebut sehingga mengetahui kehendak dan perasaan rumah tersebut.

Nah, kembali pada pintu itu sendiri, ia sangat terkenal di kalangan masyarakat. Bukan karena ia terbuat dari bahan yang unik dan mahal, tapi karena persepsi masyarakat mengenai pintu itu sendiri. Semua orang yang pernah lewat di depan pintu itu mengatakan bahwa pintu itu begitu tertutup. Tampaknya pintu itu dibuat sedemikian kokohnya dan dikunci sedemikian ketatnya supaya tak seorangpun dapat memasuki rumah tersebut. Hal itu pula yang membuat tak seorangpun pernah membuka pintu itu dan bertandang ke rumah tersebut.

Setiap kali ada orang baru yang lewat tepi jalan itu, mereka tertarik untuk bertandang. Namun banyak diantara mereka langsung mengurungkan niat mereka karena berbagai hal. Misalnya, mereka pernah mendengar dari anggota masyarakat yang lain bahwa tak ada yang pernah berhasil membuka pintu itu, atau karena mereka sendiri merasakan bahwa pintu ituu begitu tertutup, atau mereka merasakan bahwa baik pintu maupun rumah di balik pintu tersebut tidak menghendaki kedatangan mereka, atau bisa juga karena mereka melihat bahwa pintu itu terkunci dengan begitu ketatnya.

Ada juga yang berusaha mendekat, meyakinkan diri bahwa mereka bermaksud baik, bahwa mereka selama ini begitu dicintai orang-orang, bahwa tak ada yang tak dapat mereka ajak berteman, bahkan ada yang begitu arogan berke-yakinan kalau mereka tak pernah ditolak, tapi ada juga yang hanya karena iseng coba-coba seperti mengikuti undian berhadiah. Apapun alasannya, mereka pernah mencoba untuk mendekati pintu tersebut, melihat-lihat sebentar, dan kemudian menarik kesimpulan bahwa pintu itu takkan pernah terbuka. Ada juga diantara mereka yang bahkan “dapat merasakan” bahwa rumah tersebut tak menghendaki mereka untuk bertandang.

Hal ini sungguh membuat tak seorangpun pernah bertandang ke rumah tersebut. Tak seorangpun pernah mencoba mengetuk pintu itu ataupun mencoba menarik handle pintu tersebut, kalau-kalau ia dapat terbuka. Dan pintu itu benar-benar menjadi sebuah pintu yang sangat tertutup dalam benak masyarakat.

Pintu itu kemudian menjadi perbincangan yang hangat di kalangan masyarakat. Ada yang bilang pintu itu sangat arogan dan egois. Ada yang bilang pintu itu mungkin memiliki pengalaman pahit yang membuat ia tak mengijinkan seorangpun untuk membuka pintu tersebut. Ada juga diantara masyarakat yang berkata bahwa sebenarnya mereka sangat menyukai pintu dan rumah itu, bahwa mereka ingin berkenalan dan dekat dengan pintu maupun rumah tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka telah mencoba cara apapun, namun pintu itu tak terbuka juga.

Dan setelah aku teliti baik-baik cerita-cerita mereka, dan setelah aku pikirkan kembali semua fakta yang ada, aku merasakan ada sesuatu yang aneh dalam cerita masyarakat tersebut. Jika mereka sungguh-sungguh menyukai pintu dan rumah tersebut, kenapa mereka tak pernah berusaha untuk mendekati pintu itu? Kalau mereka berkata mereka telah mencoba segala upaya untuk mendekati dan membuka pintu tersebut, sebenarnya tak seorangpun yang pernah mengetuk ataupun mencoba menarik handle pintu tersebut. Bisakah itu dinamakan berusaha?

Dan bila mereka tak pernah mencoba masuk, validkah jika mereka mengatakan bahwa pintu dan rumah tersebut menolak mereka? Bila mereka memang belum mengenal pintu ataupun rumah tersebut, kenapa mereka dengan seenaknya mengatakan bahwa pintu tersebut memiliki pengalaman pahit? Dan yang terpenting, benarkah pintu itu memang tertutup? Benarkah pintu itu memang terkunci? Benarkah pintu itu memang tak mengijinkan seorangpun masuk? Benarkah rumah tersebut tak menghendaki seorangpun bertandang? Dimanakah jawabannya bisa kudapatkan?

Masyarakat mengatakan bahwa pintu itu dikunci. Benarkah mereka melihat-nya? Kalaupun benar mereka melihatnya, benar-benar nyatakah penglihatan mereka? Ataukah sebagian penglihatan mereka dipengaruhi oleh persepsi awal mereka dan juga dipengaruhi oleh cerita orang-orang, sehingga pada akhirnya persepsi itu memvisualisasikan sebuah kunci pada pintu tersebut dalam penglihatan mereka?

Mungkin ini hanya perasaanku, mungkin ini hanya dugaanku, ataupun hasil pemikiranku, atau apapun itu namanya. Tapi, mungkinkah sebenarnya kita semua sampai saat ini salah? Mungkinkah sebenarnya pintu itu mengharap-kan seseorang untuk datang? Mungkinkah sebenarnya pintu dan rumah itu begitu merasa kesepian dan terbiasa hidup sendiri sehingga orang-orang yang datang merasa bahwa mereka tak dikehendaki? Mungkinkah sebenarnya pintu itu sama sekali tak terkunci dan rapuh? Mungkinkah rumah itu sesungguhnya mengharapkan ada seseorang yang mengetuk pintunya, membukanya, dan bertandang?

Mungkinkah setiap kali ada yang lewat depan pintu itu, jantung rumah tersebut berdetak demikian kencang, kalau-kalau orang tersebut akan mampir, dan membuka pintu itu? Mungkinkah sebenarnya rumah di balik pintu tersebut menangis setiap kali ada orang yang datang, namun batal mengetuk ataupun membuka pintu tersebut? Mungkinkah selama ini pintu dan rumah itu sesungguhnya sangat sedih dengan kesendirian mereka selama ini?

Kalau memang benar itu yang terjadi, salah siapakah semuanya ini? Mengapa semuanya menjadi seperti ini? Apakah orang-orang itu benar-benar ingin membuka pintu itu? Apakah mereka benar-benar telah berusaha membuka-nya? Karena selama ini, yang kulihat adalah bahwa mereka hanya membica-rakan pintu dan rumah itu, menceritakan betapa mereka ingin membuka pintu itu dan bertandang, betapa mereka tertolak dan tak dapat masuk, betapa mereka kecewa terhadap pintu dan rumah tersebut.

Dan inilah jawaban dari pintu dan rumah yang ada di baliknya itu, yang mereka serukan sambil berurai air mata. Kami adalah satu, pintu adalah rumah dan rumah adalah pintu. Pintu melihat siapa yang lewat dan yang datang, rumah merasakan yang pintu lihat, dan kami menarik kesimpulan dari semuanya itu. Kami tak pernah merasakan bahwa masyarakat begitu menyukai kami, kami tak pernah merasakan bahwa mereka sungguh-sungguh ingin dekat dengan kami maupun bahwa mereka ingin bertandang. Kami tak pernah melihat ataupun merasakan hal itu.

Setiap kali ada yang lewat, pintu selalu berkata padaku: ‘‘Ada yang datang, semoga ini orangnya.’’ Dan tiap kali mereka hanya lewat, kami sama-sama sedih. Setiap kali ada yang datang, pintu selalu memberitahukan hal itu padaku. Kami sama-sama berharap agar mereka membuka pintu yang tak pernah terkunci itu dan bertandang. Yah, pintu ini memang agak sulit dibuka, namun bukan karena kami tak mau dibuka, juga bukan karena pintu itu dikunci. Hanya saja, sudah begitu lama tak ada yang membukanya, karat menyebabkan pintu itu agak berat. Untuk membukanya, memang dibutuhkan kemauan dan usaha yang sedikit lebih dibandingkan untuk membuka pintu lain yang sering dibuka dan ditutup.

Kami sungguh berharap, suatu saat nanti ada seseorang yang datang, mengetuk pintu, membukanya, dan bertandang. Kami sungguh mengharapkan hal itu. Karena kesendirian ini telah begitu menyiksa kami. Kesendirian ini telah membuat kami begitu sedih. Doa kami dari hari ke hari tetap sama: ketuklah...ketuklah... dan bukalah... kami menantikanmu..., lihatlah kami apa adanya, terimalah kami apa adanya, sukailah kami apa adanya, dan kenallah kami apa adanya.

Karena sesungguhnya kami tak tahu sampai kapan kami dapat menanggung semuanya ini sendirian. Kami telah terlalu letih menanggung semuanya sendiri, juga terlalu letih menanggung kesendirian ini. Akankah kami akan tetap sendiri sampai kesendirian ini meruntuhkan kami? Akankah karat itu akan benar-benar membuat pintu benar-benar terkunci, tak dapat dibuka lagi? Tak dapatkah kami memiliki suatu akhir yang bahagia? Kami...ka..kami... .

Dan pintu maupun rumah itu tak dapat meneruskan kalimat mereka. Mereka tak mampu lagi membendung air mata yang selama ini tertahan. Jadi, adakah diantara kalian yang sungguh-sungguh menghendaki mereka, apa adanya mereka? Adakah diantara kalian yang sunguh-sungguh mau mengeluarkan usaha yang sungguh-sungguh untuk membuka pintu tersebut dan bertan-dang? Adakah diantara kalian yang mau mengisi kekosongan mereka, mengu-sir kesendirian mereka, dan menghapus kesedihan mereka?

Dan jika kamulah orangnya yang mau dan mampu untuk melakukannya, segeralah datang. Segeralah temui mereka, karena aku tak tahu sampai kapan mereka benar-benar dapat bertahan. Jangan sampai kamu terlambat menemui mereka. Terima kasih... .

No comments: